Minggu, 27 Oktober 2013

Makalah Metode dalam Sosiologi Agama



A.      PENDAHULUAN

1.        Latar Belakang
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puja dan puji syukur milik Allah Subhanahu Wata’ala, Semoga Allah selalu menunjukkan kita pada jalan kebaikan dan kebenaran. Sholawat serta salam semoga dapat senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu’alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya, Allahuma Amin. Kami yakin tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, makalah ini belum dapat terselesaikan. Oleh karena itu, kami dari kelompok empat mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak   Dr. H.Zulfi Mubaroq M.Ag selaku pembimbing mata kuliah Sosiologi Agama, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami.
Makalah Sosiologi Agama yang berjudul Pendekatan dan Metode Sosiologi Agama ini berisi tentang pembahasan mengenai beberapa macam pendekatan dan metode-metode untuk menganalisis masalah masyarakat agama. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Sosiologi Agama dan perlu kita pahami seluk beluknya oleh para mahasiswa. Setelah membaca makalah ini di harapkan kita semua bisa mengetahui dan mendalami lebih lanjut untuk menganalisis beberapa masyarakat agama.
Isi global makalah ini adalah tentang pengertian dan macam-macam metode pendekatan sosiologi agama, serta bagaimana penggunaan metode dan pendekatan dalam masyarakat-masyarakat yang beragama.

2.        Tujuan
1.      Mengetahui pengertian metode dan pendekatan
2.      Mengetahui Macam-macam metode dan pendekatan
3.      Mengetahui penggunaan metode dan pendekatan dalam sosiologi agama

3.        Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian metode dan pendekatan?
2.      Macam-macam metode dan pendekatan?
3.      Bagaimana penggunaan metode dan pendekatan dalam sosiologi agama?


B.       PEMBAHASAN
1.        Hakikat Kebenaran
            Ketika ilmu sosial dituntut untuk menjadi sebuah science maka segala usaha ditujukan pada pencapaian derajat keilmiahan (scientific), seperti yang telah dicapai oleh ilmu pengetahuan alam. Mula-mula, ilmuwan sosial atau sosiolog mencoba mengikuti prosedur yang dipergunakan oleh ilmu pengetahuan alam, untuk mendapatkan sebuah kerangka ilmiah. Auguste de Comte dan Emile Durkheim adalah contoh orang-orang yang gigih dalam perjuangan ini.
            Sesungguhnya harus dipahami satu persoalan mendasar yang menjadi ganjalan adalah bahwa objek kedua ilmu tersebut sangat jauh berbeda. Meskipun manusia mempunyai banyak kesamaan dengan makhluk yang dikaji dalam ilmu pengetahuan alam, namun mempunyai karakter pembeda yang sagat signifikan. Manusia adalah makhluk yang berkesadaran, hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat. Kesadaran akan keunikan dan heterogenitas manusia dan masyarakat, memberikan ruang yang longgar bagi ilmuwan sosial untuk mengajukan berbagai macam teorinya. Pada akhirnya memahami manusia tidak ansich  terhadap dirinya sendiri, namun memerlukan pula pemahaman terhadap masyarakat dan kebudayaannya. Oleh karena itu, mengikuti prosedur ilmiah seperti ilmu pengetahuan alam, yaitu generalization merupakan kesalahan besar dalam dunia ilmu-ilmu sosial.[1] Max Weber memperlihatkan upaya-upaya untuk membangun sebuah ilmu sosial yang mirip dengan fisika dalam hal presisi, lingkup, dan utilitas akan menemuhi kegagalan-tanpa menyangkal kemampuan kita untuk tiba pada generalisasi-generalisasi dari sejarah. Weber berusaha untuk menjembatani jurang antara dua sudut pandang ekstrim yang mewakili tradisi-tradisi intelektual yang saling bersaing: potivisme ilmu-ilmu alam dan idealisme serta historisme jerman.[2]
            Sosologi adalah suatu kajian ilmiah tentang kehidupan masyarakat manusia. Ahli sosiologi berusaha mengadakan penelitian yang mendalam tentang hakikat dan sebab-sebab dari berbagai keteraturan pola pikiran atau tindakan manusia secara berulang-ulang. Sebagai suatu usaha analisis yang menggunakan metode kajian ilmiah, sosiolog juga dituntut untuk menggunakan pendekatan yang bersifat empiris sebagai persyaratan ilmiah.
            Persyaratan ilmiah tersebut dalam upaya untuk mencapai sebuah kebenaran. Istilah kebenaran sebetulnya memiliki rentang yang sangat luas, tergantung dari perspektif mana melihatnya. Ada empat kebenaran[3], yaitu:
1.      Kebenaran Pertama adalah kebenaran metafisik, yang tidak dapat diuji banar atau tidaknya (justifikasi atau falsifikasi) berdasarkan norma-norma eksternal, seperti kesesuaian dengan alam, logika deduktif, atau standar-standar perilaku professional. Kebenaran seluruh kebenaran atau basic, ultimate truth. Oleh karena itu, harus diterima apa adanya (taken for granted) sebagai sesuatu given. Misalnya, kebenaran iman dan doktrin-doktrin absolute agama.
2.      Kebenaran Kedua adalah kebenaran etik, yang menunjukkan pada perangkat standar moral atau professional tentang perilaku yang pantas dilakukan, termasuk kode etik (code of conduct). Seseorang dikatakan benar menurut kode etik, nila ia berperilaku sesuai dengan standar perilaku itu. Sumber kebenaran etik dapat berasal dari kebenara metafisik atau dari norma-norma sosial budaya suatu lingkup masyarakat atau komunitas profesi tertentu. Kebenaran ini ada yang mutlak (memenuhi standar etika universal) dan ada pula yang relative.
3.      Kebenaran Ketiga adalah kebenaran logis. Sesuatu dianggap benar apabila secara logis atau matematis konsisten dan koheren dengan apa yang telah diakui sebagai sesuatu yang benar atau sesuai dengan apa yang benar menurut kepercayaan metafisik. Peranan rasio atau logika sangat dominan dalam kebenaran logis. Meskipun demikian, seperti halnya pada bagian kebenaran etik, kebenaran ini tidak terlepas dari konsensus orang-orang yang terlibat di dalamnya. Contohnya aksioma matematik yang menyatakan bahwa sudut-sudut segitiga sama sisi masing-masing 60 atau 2+2=4.
4.      Kebenaran Keempat adalah kebenaran empirik, yang lazimnya dipercayaan sebagai landasan pekerjaan para ilmuwan dalam melakukan penelitian. Sesuatu (kepercayaan, asumsi, dalil, hipotesis dan proposisi) dianggap benar apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti diverifikasi,
dijustifikasi dan (meminjam istilah Popper) tahan terhadap falsifikasi atau kritik. Dalam hal ini, korespondensi antar teori dan fakta di lapangan, antara pengetahuan apriori dengan pengetahuan aposteriori (demikian Immanuel Kant menyebutnya) menjadi persoalan utama.
Dalam konteks kebenaran ilmiah atau kebenaran empiric yang melibatkan subjek (manusia, knower, dan observer) dengan objek (fakta,realitas, dan know), terdapat tiga teori utama tentang kebenaran, yaitu[4]:
1.      Teori Korespondensi (Corespondence Theory), teori ini beranggapan bahwa sebuah pernyataan itu benar jika apa yang diungkapkannya itu merupakan fakta, dalam arti adanya suatu kenyataan yang interaksional antara teori dengan realita.[5] Motto teori ini adalah truth is fidelity to objective reality atau kebenaran itu setia atau tunduk pada realitas objektif.[6] Contoh, Jakarta adalah ibu kota Indonesia, dan setelah dicocokkan dengan realitanya memang Jakarta adalah ibu kota Negara Republik Indonesia. Alran teori kebenaran ini berimplikasi bahwa hakikat pencarian kebenaran ilmiah tidak lain untuk mencari relasi yang konsisten antara subjek dengan objek, atau antara subjek dengan subjek (intersubjektifitas), dan antara objek dengan objek berdasarkan perspektif subjek. Dengan demikian, teori ini kebenaran realisme dan empirisme ini erat kaitannya dengan kebenaran empirik.
2.      Teori Koherensi (Coherence Theory), yang beranggapan bahwa Sesuatu dianggap benar jika terdapat koherensi atau konsistensi, dalam arti tidak terjadi kontradiktif pada saat bersamaan, antara dua atu lebih logika. Jadi, fokus kebenaran dalam teori ini adalah logika yang konsisten dan inheren memiliki koherensi. Jadi, di sini kebenaran logis mendahului kebenaran empiris.[7] Dengan demikian, suatu proporsi cenderung benar jika proporsi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proporsi lain yang benar, bukan dengan fakta atau realitas. Oleh karena itu, teori ini sejalan dengan paham idealism yang dikembangkan Hegel, Braley, maupun Ford. Contohnya, pernyataan ” orang yang sederhaa, kecil kemungkinan untuk berprilaku serakah maupun materialistic”.
3.      Teori Pragmatisme (Pragmatism Theory), yang beranggapan bahwa kebenaran itu tersimpul pada aspek fungsional secara praktis. Segala sesuatu yang benar apabila memiliki asa manfaat (utilitarian). Jadi, kebenaran itu menaruh perhatian dalam praktik. Mereka memandang hidup manusia itu sebagai sesuatu perjuangan yang berlangsung terus-menerus, yang di dalam terdapat konsekuensi-konsekuensi bersifat praktis. Kebenaran dikembangkan menjadi pengertian yang dinamis, sambil berjalan kita membuat kebenaran, karena masalah-masalah yang kita hadapi bersifat nisbi bagi kita.[8]

2.        Pengertian Metode dan Pendekatan
Istilah metode,  secara etimologis berasal dari bahasa yunani “meta” yang berarti “sesudah” yang kata “hodos” yang berarti “jalan”. Dengan demikian metode berarti langkah-langkah yang diambil menurut urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan yang telah dirancang dan dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan apapun[9]. Pengertian lain metode ilmiah ilmiah adalah ialah prosedur yang digunakan oleh ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali terhadap pengetahuan yang telah ada.[10] Sedangkan dalam website wikipedia Metode ilmiah atau proses ilmiah (bahasa Ingg ris: scientific method) merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan             pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alamPrediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukaneksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.[11] Menurut Kniler, metode ilmiah adalah struktur rasional dari penyelidikan ilmiah yang hipotesisnya disusun dan di uji.[12] Rosenblueth mengatakan metode ilmiah adalah prosedur dan ukuran yang dipakai oleh para ilmuan dalam penyusunan dan pengembangan cabang pengetahuan yang khusus.[13] Sedangkan Titus berpendapat metode ilmiah ialah proses-proses dan langkah-langkah yang membuat ilmu-ilmu menghasilkan pengetahuan.[14] Adapun menurut The Liang Gie, metode merupakan prosedur yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah dalam melaksanakan suatu penelitian ilmiah.[15]
Istilah pendekatan secara Etimologi: pendekatan merupakan ancangan, penghampiran, (dalam bukunya Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia) , menurut kamus umum Bahasa Indonesia, pendekata: hal (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan. Pendekatan atau approach menurut Vernon van Dyke bahwa suatu pendekatan pada prinsipnya adalah ukuran-ukuran untuk memlih masalah-masalah dan data-data yang berkaitan satu sama lain.[16] Definisi lain pendekatan atau rancangan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif.[17] Suatu pendekatan dalam menelaah sesuatu, dapat dilakukan berdasarkan sudut pandang ataupun tinjauan dari berbagai karakteristik maupun cabang ilmu, seperti antropologi, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, termasuk sosiologi. Jika pada cabang ilmu sosiologi maka pola pendekatan yang digunakan ukuran-ukuran sosiologi untuk menentukan masalah, pertanyaan penelitian maupun data yang akan ditelaah.

3.        Macam-Macam Metode dan Pendekatan
Macam-Macam Metode
Dalam penelitian sosiologi, menurut Kahmad umumnya digunakan tiga bentuk metode penelitian, Deskriftif, Komperatif, dan Eksperimental.[18] Sedangkan menurut Supardan, selain itu ada metode lain yaitun Eksplanatori, Fungsionalisme, Studi Kasus, Surve dan Histori Komparatif.[19]
1.         Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian tentang dunia empiris yang terjadi pada masa sekarang. Tujuannya untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antar fenomina yang diselidiki.[20] Menurut Pardan, metode yang digunakan berupa pengajaran atau pelacakan pengetahuan dan dirancang untuk menemukan apa yang sedang terjadi, tentang apa, siapa, kapan, dan dimana. Meted ini dituntut kehati-hatian dalam pengumpulan suatu data atau fakta untuk mengambarkan beberapa hal yang diuraikan, seperti penggolongan, praktik, maupun peristiwa yang tercakup didalamnya.[21] Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pertanya-pertanyaan yang disusun melalui angket terhadap responden untuk mengukur pendapat atau tanggapan public tentang sesuatu yang diteliti.
2.         Metode komperatif adalah sejenis metode deskripsi yang ingin mencari jawaban yang mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis factor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomina. Jangkauan waktunya adalah masa sekarang. Jika jangkauan waktu terjadinya pada masa lampau maka penelitian tersebut disebut metode sejarah.[22]
3.         Metode Eksperimental adalah suatu metode pengujian terhadap suatu teori yang telah mapan dengan suatu perlakuan baru. Pengujian dari suatu teori dari ilmuan yang telah dibuktikan oleh beberapa kali pengujian bisa memperkuat atau memperlemah teori tersebut. Tetapi apabila teori itu ternyata dapat dibuktikan oleh suatu eksperiman baru, maka teori tersebut akan lebih menguat mungkin akan mencapai taraf hokum teori.[23]
4.         Metode eksplanatori adalah metode yang bersifat menjelaskan atas jawaban dari pertanyaan, “mengapa” dan “bagaimana” sehingga lebih mendalam daripada metode deskriptif yang hanya bertanya tentang apa siapa kapan dan dimana. Metode ini termasuk bagian dari metode empiris.[24]
5.         Metode Historis komperatif adalah metode yang menekankan  pada analisis atas peristiwa-peristiwa masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum, yang kemudian digabungkan dengan metode komperatif, dengan menitikberatkan pada perbandingan antara beberapa masyarakat besrta bidangnya agar memperoleh pola persamaan, perbedaan dan sebab-sebabnya. Dengan demikian dapat dicari petunjuk perilaku kehidupan masyarakat pada masa silam dan sekarang, serta perbedaan tingkat peradaban satu sama lain.[25]
6.         Metode fungsionalisme adalah metode yang bertujuan untuk meneliti fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur social dalam masyarakat. Metode ini berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, masing-masing memiliki fungsi tersendiri terhadap masyarakat.[26]
7.         Metode studi kasus adalah metode yang merupakan suatu penyelidikan mendalam dari diri individu, kelompok, atau institusi untuk menentukan variable itu dan hubungannya diantara variable yang mempengaruhi status atau perilaku yang saat itu menjadi pokok kajian.[27] Dengan demikian peneliti mampu mengungkap keunikan-keunikan dan menelaah hubungan-hubungan antara variabel yang mempengaruhi status atau perilaku yang dikaji.
8.         Metode survei adalah metode yang berusaha untuk memperoleh data dari anggota populasi yang relative besar untuk menentukan  keadaan, karakteristik, pendapat dan populasi sekarang yang berkenaan dengan satu variabel atau lebih.[28]


Macam-Macam Pendekatan
Ada dua pendekatan penting dalam penelitian agama yaitu Pendekatan Teologis dan Pendekatan Keilmuan.
1.         Pendekatan Teologis, yaitu pendekatan kewahyuan atau keyakinan peneliti sendiri. Pendekatan ini dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang diyakini oleh peneliti untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya dan suatu pendapat atau mazhab sehingga penuh dengan subvektifitas dari peneliti, sarat dengan muatan kepentingan, keyakinan dan prasangka peneliti, yaitu dilakukan oleh ulama dan, pendeta para rahib, seperti penelitian ahli ilmu kalam, ahli tafsir, usul fiqih, ulum al-hadist.[29] Kalau ilmu ketuhanan (teologi) mempelajari agama dan masyarakat agama dari kacamata “supraempiris” (menurut kehendak Tuhan), maka sosiologi agama mempelajari dari sudut “empiris-sosiologis”.[30]
2.         Pendekatan Keilmuan, yaitu pendekatan yang menggunakan metodologi ilmiah dengan prosedur ilmiah, sistematis atau runtut dalam cara kerjanya, empiris dari dunia bukan dari pemikiran atau angan-angan, objektif atau sesuai dengan fakta tidak bias oleh keyakian dan prasangka peneliti.[31]
Sedangkan dari sisi keilmuan, ada dua bidang dalam penelitian agama, yaitu ilmu budaya dan ilmu sosial.
1.         Bidang ilmu budaya adalah segala hasil pemikiran manusia yang mencakup buku-buku maupun tradisi lisan yang diturunkan melalui pewarisan dari generasi ke generasi. Bidang yang termasuk dalam ilmu budaya: filsafat, agama, teologi, hukum, kesenian, sejarah, filologi dan kesusasteraan.[32]
2.         Bidang ilmu sosial adalah keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam masyarakat pemeluk agama sebagai akibat dari interaksi antar anggota atau antar masyarakat pemeluk agama lain, dalam kondisi masyarakat statis maupun proses. Bidang ilmu yang termasuk dalam ilmu: antropologi, sosiologi, psikologi, komunikasi, ekonomi, politik dan sejarah.[33]
Dibawah ini adalah contoh penelitian agama dengan pendekatan ilmu sosial atau sosiologi:[34]
1.         Pendekatan Sosiologis, ialah pendekatan tentang interelasi antara agama dengan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi diantara mereka. Dorongan, gagasan, lembaga agama, kekuatan sosial organisasi dan stratifikasi sosial mempengaruhi masyarakat.
2.         Pendekatan Antropologis, yaitu pendekatan kebudayan; artinya agama dipandang sebagai bagian dari kebudayaan, baik wujud ide maupun gagasan dianggap sebagai sistem norma dan nilai yang dimiliki oleh anggota masyarakat, yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Sistem budaya agama itu memberikan pola kepada seluruh tingkah laku anggota masyarakat, dan melahirkan hasil karya keagamaan yang berupa karya fisik, dari bangunan tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura dan klenteng, sampai alat upacara yang sangat sederhana seperti hioh, tasbeh, atau kancing baju.
3.         Pendekatan Psikologis, yaitu studi ilmiah mengenai agama ditinjau dari perspektif psikologis. Wilayah kajian utama yang mennjadi bahan pendekatan ini adalah pengalaman religius dari kelompok individu atau sosial. Kajian mendalam terhadap motivasi beragama dan latar belakang keberagaman manusia secara individual atau komunal. Dalam penelitian psikologi ini, para peneliti mencari makna agama dalam setting psikologis, yaitu bagaimana keadaan hati manusia beragama yang terefleksikan kedalam tingkah laku keagamaan atau tingkah laku yang bukan agama.
4.         Pendekatan Historis atau Kesejarahan. Pendekatan ini menganut pandangan bahwa suatu fenomena religius bisa dipahami dengan mencoba menganalisis perkembangan segi historisnya. Dengan memperhatikan perkembangan prinsip-prinsip umum dari tingkah laku religius dan menghubungkan dengan kejadian-kejadian khusus dan tertentu, muncullah pola-pola kejadian yang menghasilkan prinsip-prinsip umum dari keagamaan tadi. Sejarah atau perjalanan hidup suatu agama di suatu daerah banyak meniggalkan beberapa barang-barang suci, seperti sekumpulan teks-teks suci dan artefak (peniggalan benda-benda padat) yang berkaitan dengan keberagaman agama tersebut. Dengan metode sejarah, benda-benda peninggalan tadi dapat diketahuiarti dan maknanya, mengapa dan bagaimana keduanya saling berkaitan dengan latar belakang ajaran agama dan budaya yang melahirkannya.
5.         Pendekatan Fenomologis, yaitu pendekatan yang menggunakan perbandingan sebagai sarana interpretasi yang utama untuk memahami arti dari ekspresi-ekspresi keagamaan, seperti persembahan, upacara agama, makhluk gaib, dan lain-lain. Asumsi dasar dari pendekatan ini bahwa bentuk luar dari ungkapan manusia mempunyai pola atau konfigurasi kehidupan dalam yang teratur, yang dapat dilukiskan kerangkanya dengan menggunakan metode fenomologi. Pendekatan ini mencoba menemukan struktur yang mendasari fakta keagamaan dan memahami makna yang lebih dalam, sebagaimana dimanifestasikan lewat struktur tersebut dengan hukum-hukum dan pengertian yang khas. Tujuan dari metode fenomologi ini adalah untuk menangkap makna lebih dalam dan intensonalitas dari data religius orang lain yang merupakan ekspresi-ekspresi dari pengalaman religius dan imannya yang lebih dalam. Metode ini mengungkap wilayah spiritual dan intelektual manusia, meskipun disadari batas-batasnya dalam tugas memasuki kedalaman pengalaman dari suatu jiwa religius.[35]


4.        Penggunaan Metode Dan Pendekatan Dalam Sosiologi Agama[36]
            Dalam usaha mengumpulan data yang dapat menghasilkan temuan-temuan baru dalam sosiologi, para ahli sosiologi perlu memperhatikan tahap-tahap penelitian, yang saling berkaitan secara erat. Sebelum memulai suatu usaha penelitian seorang ahli terlebih dahulu harus melakukan tinjauan terhadap bahan-bahan pustaka agar dapat mengetahui temuan-temuan yang sebelumnya.
            Setelah pertanyaan penelitian dirumuskan, peneliti harus menentukan metode penelitian yang akan digunakannya. Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal sebagai metode pengumpulan data, seperti metode survei dan beberapa metode nonsurvei, seperti metode riwayat hidup, studi kasus, analisis isi, kajian data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, dan eksperimen.
            Dalam penelitian survei hal yang hendak diketahui peneliti dituangkan dalam suatu daftar pertanyaan buku. Tehknik survei mengandung persamaan dengan sensus; namaun pada sensus yang menjadi subjek wawancara adalah seluruh populasi sedangkan dalam tehnik surveu daftar pertanyaan diajuakan dalam sebuah subjek penelitian yang dianggap populasi. Para subjek penelitian merupakan contoh yang ditarik populasi. Contoh dipilih secara acak atau dengan tehnik penarikan contoh lain.   
            Pengamatan merupakan suatu metode penelitian dimana peneliti mengamati secara langsung perilaku para subjek penelitiannya dan merekam perilaku yang wajar, asli, tidak dibuat-buat, spontan dalam kurun waktu relatif lama sehingga terkumpul data yang bersifat mendalam dan rinci. Dalam sosiologi dibedakan antara penelitian dimana pengamat (1) sepenuhnya terlibat (2) berperan sebagai pengamat (3) berperan sebagai peserta, atau (4) sepenuhnya melakukan pengamatan tanpa keterlibatan apapun dengan subjek penelitian. Salah satu kelebihan terlibat bila dibandingkan dengan survei ialah bahwa pengamatan terlibat lebih memungkinkan terjalinnya hubungan dekat (rapport) antara peneliti dengan subjek penelitiannya.
            Riwayat hidup merupakan suatu tehknik pengumpulan data untuk mengungkapkan pengalaman subyektif dengan tujuan pengungkapan data baru. Dalam penelitian dengan memakai tehknik studi kasus berbagai segi kehidupan sosial suatu kelompok sosial menyeluruh.
            Suatu masalah penelitian dapat pula diungkapkan dengan jalan menganalisis isi berbagai dokumen seprti surat kabar, majalah, dokumen resmi maupun naskah di bidang seni dan sastra. Suatu penelitian dapat pula dilakukan dengan mengkaji data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain: misalnya oleh berbagai instansi pemerintah serta piahk swasta, ataupun oleh peneliti lain.
            Meskipun tehnik eksperimen lebih banyak dijumpai dalam ilmu sosial lain seperti psikologi, namun dalam hal tertentu kita pun menjumpai eksperimen dalam sosiologi. Dalam penelitian sosial sering dibedakan antara penelitian kuantitatif dan kwalitatif. Penelitian-penelitian kualitatif merupakan penekitian yang mengutamakan segi kualitas data dengan menggunakan tehnik pengamatan dan wawancara mendalam.
            Dalam pencarian maupun pemanfaatan ilmiah seorang ilmuan harus menghormati aturan etika, seperti keikutsertaan serta sukarela, tidak membawa cidera bagi para subjek penelitian, atas azas anonimitas dan kerahasiaan, tidak memberikan keterangan yang keliru, dan menyajikan data penelitian secara jujur.
            Analisis data kuantitatif dinamakan univariat bila mana yang dipelajari hanya satu gejala, bivariat bila yang ingin diketahui ialah hubungan antara dua gejala, dan multivariat bila yang diteliti ialah hubungan antara lebih dari dua gejala. Analisis data univaruat hanya memungkinkan dilakukannya diskripsi, sedangkan analisis data bivariat dan multivariat memungkinkan peneliti untuk melakukan pula penjelasan sebab-akibat.
            Dalam penelitian kualitatif mempelajari catatan penelitian lapangan, yang secara rinci memeuat hasil wawancara mendalam dan pengamatannya. Analisis data kualitatif berlangsung terus menerus semenjak penliti mulai memasuki lapangan dan arah penelitian dapat berubah sesuai hasil analisis dilapangan.
            Metode penelitian yang dipergukan ahli sosiologi sering terkait dengan teori paradigma sosiolagi yang dianutnya. Menurut Ritzer masalah apa yang akan diteliti seorang peneliti, pertanyaan penelitian yang akan diajukannya, caranya menajukan pertanyaan penelitian, dan aturan yang diikutinya dalam menafsirkan temuan penelitiannya ditentukan oleh paradigma yang dianutnya.
            Menurut Ritzer sosiologi merupakan suatu ilmu yang berparadigma majemuk kerena mempunyai tiga peradigma yaitu (1) paradigma fakta sosial (2) paradigma definisi sosial dan (3) paradigma perilaku sosial. Menurutnya ketiga padigma tersebut dibedakan satu dengan yang lain dalam tiga hal: (1) eksemplar (acuan atau contah yang dijadikan teladan), (2) teori dan (3) metode.
           


C.      ANALISIS dan DISKUSI
1.        Analisis
Pendekatan merupakan merupakan suatu rancangan ilmiah yang terbentuk secara sistematis dari sebuah pemikiran yang reflektif, sedangkan metode dalam sosiologi agama merupakan suatu tata cara atau siasat untuk mengkaji masyarakat agama yang pada notabeninya terdiri dari beraneka macam budaya masyarakatnya.
Hal ini dalam melakukan sebuah penelitian tidak hanya terpaku pada satu atau dua metode saja, melainkan seorang peneliti dianjurkan bisa menggunakan beberapa metode seperti yang disebutkan oleh Kahmad bahwasanya metode terdiri dari,  metode deskriptif, metode komperatif, metode eksperimental.
Sedangkan menurut Sukardan metode terdiri dari, metode eksperimental, metode fungsionalisme, metode histori komperatif, metode studi kasus, metode survei. Dari sekian metode yang disebutkan diatas seorang peneliti mampu mengaktualisasikan terhadap objek penelitiannya, baik dari kuantitatif maupun kualitatif.
Demikian pula peneliti juga disoroti secara berturut turut struktur dan fungsinya pengaruhnya terhadap masyarakat luas spesifikasinya masyarakat agama, dan atas stratifikasi sosial khususnya, Teristimewa mengingat kesadaran dan kohesi kelompok religius yang mempunyai sifat tersendiri.
Sebagaimana telah kita lihat, maka, seperti itu juga ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang lahir dan tumbuh berkembang, perlu diadakannya kegiatan yang dinamakan penelitian sosial. Melalui penelitian sosial para ahli mengumpulkan data yang dapat menambah pengetahuan kita mengenai sasaran perhatian mereka, yaiyu msyarakat; melalui penelitian sosial para ahli sosiologi menemukan fakta baru yang memperluas cakrawala serta memperdalam pemahaman kita sehingga merupakan sumbangan kearah sosiologi.




2.        Diskusi


D.      KESIMPULAN
Sosiologi agama adalah kajian ilmiah tentang masyarakat agama, para ahli sosiologi berusaha mengadakan penelitian yang mendalam tentang hakikat dan sebab-sebab dari berbagai pola fikiran manusia secara berulang. Sebagai suatu usaha analisis yang menggunakan  metode kajian ilmiah, sosiolog juga dituntut untuk menggunakan pendekatan yang bersifat empiris sebagai persyaratan ilmiah.
Pendekatan atau rancangan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif. Suatu pendekatan pada prinsipnya ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data-data yang berkaitan antara satu  sama lain.
Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud, dalam artian cara menyelidiki. Metode ilmiah ialah prosedur yang digunakan oleh ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali terhadap pengetahuan yang telah ada.
Sebagaimana yang telah dijelaskan mengenai metode dan pendekatan sosiologi agama di atas, maka objek material sosiologi agama adalah masyarakat agama. Seperti masyarakat non-agama umumnya, masyarakat agama terdiri atas komponen-komponen konstitutif, seperti kelompok-kelompok keagamaan, institusi-institusi religious yang mempunyai ciri pola tingkah laku tersendiri, baik ke dalam maupun ke luar, menurut norma-norma dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh agama. Metode dan pendekatan ilmiah tersebut berguna dalam upaya untuk mencapai sebuah kebenaran.



DAFTAR RUJUKAN

Mubaraq, Zulfi. 2010.  Sisiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press.
Kahmad, Dadang.2009  Sosiologi Agama. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Sunarto,  Kumanto 2004. Pengantar Sosiologi.  Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah (diakses pada 21 September 2013).
Wrong , Dennis. 2003.  Max Weber Sebuah Khazanah, Yogyakarta: Ikon Teralitera.


[1] Zulfi  Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 29.
[2] Dennis Wrong, Max Weber Sebuah Khazanah, (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003), 12.
[3] Zulfi, Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 30. Lihat Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 45-46; Lihat Supriadi, Kebenaran Ilmiah, Metode Ilmiah, dan Paradigma Riset Kependidikan (Bandung: Pascasarjana IKIP Bandung, 1998), 5.
[4] Ibid., 31.
[5] Zulfi Mubaraq,  Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 32. Lihat Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Terjemahan (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), 183.
[6]Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 32. Lihat Supriadi, Kebenaran Ilmiah, 7.
[7] Zulfi Mubaraq,  Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 32. Lihat Kattsoff, Pengantar Filsafat, 181; Supriadi, Kebenaran Ilmiah, 7.
[8] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 33. Lihat Kattsoff, Pengantar Filsafat, 130-131.
[9] Zulfi Mubaraq , Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 36. Lihat Sri Suprapto, “Metode Ilmiah” dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat, Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Liberty,2003), 128.
[10] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 42. Lihat The World Of Science And Encyclopedia, volume 17, 181.
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah (diakses pada 21 September 2013)
[12] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 43. Lihat George F. Kneller, Science as a Human Endeavor (New York: Columbia University Press, 1978), 118
[13]Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 43. Lihat Arturo Rosenblueth, Mind and Brain: A Philosophy of Science (Canbridge: M.I.T Press, 1970), 1.
[14]Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 43. Lihat Harold H. Titus, Living Issues in Philosophy: An Introductory Textbook (New York: American Book, 1964), 527.
[15] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 1999), 177.
[16] Zulfi Mubaraq,  Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 33. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 41. Lihat Vernon Van Dyke, Polical Science: A Philosophical Analysis (Pricenton: Van Nostrand, 1965:114).
[17] Zulfi Mubaraq,  Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 33. Lihat Fred N. Kerlinger, Azaz-azaz Penelitian Behavioral. Terjemahan (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 2000:18).
[18] Zulfi Mubaraq,  Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Khamad, Sosiologi Agama, 10.
[19] Zulfi Mubaraq,  Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 38. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 91-93.
[20] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 38. Lihat Kahmad, Sosiologi Agama, 10.
[21] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 38. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 91-92; David Popenoe, Sociology (New Jersey:Prentice-Hall, 1983), 28. Metta Spencer & Inkeles Alex, Foundations of Modern Sosiology (New Jersey: Prentice-Hall, 1982), 32.
[22] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Lihat Kahmad, Sosiologi Agama, 10.
[23] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Lihat Kahmad, Sosiologi Agama, 10.
[24] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 92.
[25] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Ibid. Lihat Peponoe, Sosiology, 28.
[26] Zulfi Mubaraq,, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 40. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 93; Soekanto,  Sosiologi, 38.
[27] Zulfi Mubaraq,  Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Lihat Jack R. Fraenkel & Norman F Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education (New York: McGraw-Hill, 1993), 548.
[28] Ibid, 41.
[29] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 87.
[30] Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: PT Galia Indonesia, 2002), 24.
[31] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 88.
[32] Ibid, 88.
[33] Ibid, 89.
[34] Zulfi  Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 34-36.
[35] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 87.
[36] Kumanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004) , 242-244.

2 komentar: