A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Alhamdulillahi
rabbil ‘alamin, segala puja dan puji syukur milik Allah Subhanahu Wata’ala,
Semoga Allah selalu menunjukkan kita pada jalan kebaikan dan kebenaran.
Sholawat serta salam semoga dapat senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
Shollallohu’alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya, Allahuma Amin.
Kami yakin tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, makalah ini belum dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, kami dari kelompok empat mengucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak Dr. H.Zulfi
Mubaroq M.Ag selaku pembimbing
mata kuliah Sosiologi Agama,
teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami.
Makalah
Sosiologi Agama yang berjudul Pendekatan dan Metode Sosiologi Agama ini berisi
tentang pembahasan mengenai beberapa macam pendekatan dan metode-metode untuk
menganalisis masalah masyarakat agama. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas Sosiologi Agama dan perlu kita pahami seluk beluknya oleh para mahasiswa.
Setelah membaca makalah ini di harapkan kita semua bisa mengetahui dan
mendalami lebih lanjut untuk menganalisis beberapa masyarakat agama.
Isi
global makalah ini adalah tentang pengertian dan macam-macam metode pendekatan
sosiologi agama, serta bagaimana penggunaan metode dan pendekatan dalam
masyarakat-masyarakat yang beragama.
2.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian metode dan pendekatan
2.
Mengetahui Macam-macam metode dan pendekatan
3.
Mengetahui penggunaan metode dan pendekatan dalam sosiologi agama
3.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian metode dan pendekatan?
2.
Macam-macam metode dan pendekatan?
3.
Bagaimana penggunaan metode dan pendekatan dalam sosiologi agama?
B.
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Kebenaran
Ketika ilmu sosial dituntut untuk menjadi sebuah science maka
segala usaha ditujukan pada pencapaian derajat keilmiahan (scientific),
seperti yang telah dicapai oleh ilmu pengetahuan alam. Mula-mula, ilmuwan
sosial atau sosiolog mencoba mengikuti prosedur yang dipergunakan oleh ilmu
pengetahuan alam, untuk mendapatkan sebuah kerangka ilmiah. Auguste de Comte
dan Emile Durkheim adalah contoh orang-orang yang gigih dalam perjuangan ini.
Sesungguhnya harus dipahami satu
persoalan mendasar yang menjadi ganjalan adalah bahwa objek kedua ilmu tersebut
sangat jauh berbeda. Meskipun manusia mempunyai banyak kesamaan dengan makhluk
yang dikaji dalam ilmu pengetahuan alam, namun mempunyai karakter pembeda yang
sagat signifikan. Manusia adalah makhluk yang berkesadaran, hidup dan
berkembang dalam suatu masyarakat. Kesadaran akan keunikan dan heterogenitas
manusia dan masyarakat, memberikan ruang yang longgar bagi ilmuwan sosial untuk
mengajukan berbagai macam teorinya. Pada akhirnya memahami manusia tidak ansich terhadap dirinya sendiri, namun memerlukan
pula pemahaman terhadap masyarakat dan kebudayaannya. Oleh karena itu, mengikuti
prosedur ilmiah seperti ilmu pengetahuan alam, yaitu generalization
merupakan kesalahan besar dalam dunia ilmu-ilmu sosial.[1]
Max Weber memperlihatkan upaya-upaya untuk membangun sebuah ilmu sosial yang
mirip dengan fisika dalam hal presisi, lingkup, dan utilitas akan menemuhi
kegagalan-tanpa menyangkal kemampuan kita untuk tiba pada
generalisasi-generalisasi dari sejarah. Weber berusaha untuk menjembatani
jurang antara dua sudut pandang ekstrim yang mewakili tradisi-tradisi
intelektual yang saling bersaing: potivisme ilmu-ilmu alam dan idealisme serta
historisme jerman.[2]
Sosologi adalah suatu kajian ilmiah
tentang kehidupan masyarakat manusia. Ahli sosiologi berusaha mengadakan
penelitian yang mendalam tentang hakikat dan sebab-sebab dari berbagai
keteraturan pola pikiran atau tindakan manusia secara berulang-ulang. Sebagai
suatu usaha analisis yang menggunakan metode kajian ilmiah, sosiolog juga
dituntut untuk menggunakan pendekatan yang bersifat empiris sebagai persyaratan
ilmiah.
Persyaratan ilmiah tersebut dalam
upaya untuk mencapai sebuah kebenaran. Istilah kebenaran sebetulnya memiliki
rentang yang sangat luas, tergantung dari perspektif mana melihatnya. Ada empat
kebenaran[3],
yaitu:
1.
Kebenaran Pertama adalah kebenaran metafisik, yang tidak
dapat diuji banar atau tidaknya (justifikasi atau falsifikasi) berdasarkan
norma-norma eksternal, seperti kesesuaian dengan alam, logika deduktif, atau
standar-standar perilaku professional. Kebenaran seluruh kebenaran atau basic,
ultimate truth. Oleh karena itu, harus diterima apa adanya (taken for
granted) sebagai sesuatu given. Misalnya, kebenaran iman dan
doktrin-doktrin absolute agama.
2.
Kebenaran Kedua adalah kebenaran etik, yang menunjukkan pada
perangkat standar moral atau professional tentang perilaku yang pantas
dilakukan, termasuk kode etik (code of conduct). Seseorang dikatakan
benar menurut kode etik, nila ia berperilaku sesuai dengan standar perilaku
itu. Sumber kebenaran etik dapat berasal dari kebenara metafisik
atau dari norma-norma sosial budaya suatu lingkup masyarakat atau komunitas
profesi tertentu. Kebenaran ini ada yang mutlak (memenuhi standar etika
universal) dan ada pula yang relative.
3.
Kebenaran Ketiga adalah kebenaran logis. Sesuatu dianggap
benar apabila secara logis atau matematis konsisten dan koheren dengan apa yang
telah diakui sebagai sesuatu yang benar atau sesuai dengan apa yang benar
menurut kepercayaan metafisik. Peranan rasio atau logika sangat dominan dalam kebenaran
logis. Meskipun demikian, seperti halnya pada bagian kebenaran etik,
kebenaran ini tidak terlepas dari konsensus orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Contohnya aksioma matematik yang menyatakan bahwa sudut-sudut
segitiga sama sisi masing-masing 60 atau 2+2=4.
4.
Kebenaran Keempat adalah kebenaran empirik, yang lazimnya
dipercayaan sebagai landasan pekerjaan para ilmuwan dalam melakukan penelitian.
Sesuatu (kepercayaan, asumsi, dalil, hipotesis dan proposisi) dianggap benar
apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti diverifikasi,
dijustifikasi
dan (meminjam istilah Popper) tahan terhadap falsifikasi atau kritik. Dalam hal
ini, korespondensi antar teori dan fakta di lapangan, antara pengetahuan apriori
dengan pengetahuan aposteriori (demikian Immanuel Kant menyebutnya) menjadi
persoalan utama.
Dalam
konteks kebenaran ilmiah atau kebenaran empiric yang melibatkan subjek (manusia,
knower, dan observer) dengan objek (fakta,realitas, dan know),
terdapat tiga teori utama tentang kebenaran, yaitu[4]:
1.
Teori Korespondensi (Corespondence Theory), teori ini beranggapan
bahwa sebuah pernyataan itu benar jika apa yang diungkapkannya itu merupakan
fakta, dalam arti adanya suatu kenyataan yang interaksional antara teori dengan
realita.[5]
Motto teori ini adalah truth is fidelity to objective reality atau
kebenaran itu setia atau tunduk pada realitas objektif.[6]
Contoh, Jakarta adalah ibu kota Indonesia, dan setelah dicocokkan dengan
realitanya memang Jakarta adalah ibu kota Negara Republik Indonesia. Alran
teori kebenaran ini berimplikasi bahwa hakikat pencarian kebenaran ilmiah tidak
lain untuk mencari relasi yang konsisten antara subjek dengan objek, atau
antara subjek dengan subjek (intersubjektifitas), dan antara objek dengan objek
berdasarkan perspektif subjek. Dengan demikian, teori ini kebenaran realisme
dan empirisme ini erat kaitannya dengan kebenaran empirik.
2.
Teori Koherensi (Coherence Theory), yang beranggapan bahwa
Sesuatu dianggap benar jika terdapat koherensi atau konsistensi, dalam arti
tidak terjadi kontradiktif pada saat bersamaan, antara dua atu lebih logika.
Jadi, fokus kebenaran dalam teori ini adalah logika yang konsisten dan inheren
memiliki koherensi. Jadi, di sini kebenaran logis mendahului kebenaran empiris.[7]
Dengan demikian, suatu proporsi cenderung benar jika proporsi tersebut dalam
keadaan saling berhubungan dengan proporsi lain yang benar, bukan dengan fakta
atau realitas. Oleh karena itu, teori ini sejalan dengan paham idealism yang
dikembangkan Hegel, Braley, maupun Ford. Contohnya, pernyataan ” orang yang
sederhaa, kecil kemungkinan untuk berprilaku serakah maupun materialistic”.
3.
Teori Pragmatisme (Pragmatism Theory), yang beranggapan
bahwa kebenaran itu tersimpul pada aspek fungsional secara praktis. Segala
sesuatu yang benar apabila memiliki asa manfaat (utilitarian). Jadi,
kebenaran itu menaruh perhatian dalam praktik. Mereka memandang hidup manusia
itu sebagai sesuatu perjuangan yang berlangsung terus-menerus, yang di dalam
terdapat konsekuensi-konsekuensi bersifat praktis. Kebenaran dikembangkan
menjadi pengertian yang dinamis, sambil berjalan kita membuat kebenaran, karena
masalah-masalah yang kita hadapi bersifat nisbi bagi kita.[8]
2.
Pengertian Metode dan Pendekatan
Istilah
metode, secara etimologis berasal dari
bahasa yunani “meta” yang berarti “sesudah” yang kata “hodos” yang berarti
“jalan”. Dengan demikian metode berarti langkah-langkah yang diambil menurut
urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan yang telah dirancang dan dipakai
dalam proses memperoleh pengetahuan apapun[9].
Pengertian lain metode ilmiah ilmiah adalah ialah prosedur yang digunakan oleh
ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan baru dan peninjauan
kembali terhadap pengetahuan yang telah ada.[10]
Sedangkan dalam website wikipedia Metode ilmiah atau proses
ilmiah (bahasa
Ingg ris: scientific method) merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan
melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan
melakukaneksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi
suatu teori ilmiah.[11]
Menurut Kniler, metode ilmiah adalah struktur rasional dari penyelidikan ilmiah
yang hipotesisnya disusun dan di uji.[12]
Rosenblueth mengatakan metode ilmiah adalah prosedur dan ukuran yang dipakai
oleh para ilmuan dalam penyusunan dan pengembangan cabang pengetahuan yang
khusus.[13] Sedangkan
Titus berpendapat metode ilmiah ialah proses-proses dan langkah-langkah yang
membuat ilmu-ilmu menghasilkan pengetahuan.[14]
Adapun menurut The Liang Gie, metode merupakan prosedur yang mewujudkan
pola-pola dan tata langkah dalam melaksanakan suatu penelitian ilmiah.[15]
Istilah
pendekatan secara Etimologi: pendekatan merupakan ancangan, penghampiran,
(dalam bukunya Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia) , menurut kamus umum
Bahasa Indonesia, pendekata: hal (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan.
Pendekatan atau approach menurut Vernon van Dyke bahwa suatu pendekatan
pada prinsipnya adalah ukuran-ukuran untuk memlih masalah-masalah dan data-data
yang berkaitan satu sama lain.[16]
Definisi lain pendekatan atau rancangan ilmiah merupakan bentuk
sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif.[17]
Suatu pendekatan dalam menelaah sesuatu, dapat dilakukan berdasarkan
sudut pandang ataupun tinjauan dari berbagai karakteristik maupun cabang ilmu,
seperti antropologi, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, termasuk
sosiologi. Jika pada cabang ilmu sosiologi maka pola pendekatan yang digunakan
ukuran-ukuran sosiologi untuk menentukan masalah, pertanyaan penelitian maupun
data yang akan ditelaah.
3.
Macam-Macam Metode dan Pendekatan
Macam-Macam
Metode
Dalam
penelitian sosiologi, menurut Kahmad umumnya digunakan tiga bentuk metode
penelitian, Deskriftif, Komperatif, dan Eksperimental.[18]
Sedangkan menurut Supardan, selain itu ada metode lain yaitun Eksplanatori,
Fungsionalisme, Studi Kasus, Surve dan Histori Komparatif.[19]
1.
Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian tentang dunia
empiris yang terjadi pada masa sekarang. Tujuannya untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antar fenomina yang diselidiki.[20]
Menurut Pardan, metode yang digunakan berupa pengajaran atau pelacakan
pengetahuan dan dirancang untuk menemukan apa yang sedang terjadi, tentang apa,
siapa, kapan, dan dimana. Meted ini dituntut kehati-hatian dalam pengumpulan
suatu data atau fakta untuk mengambarkan beberapa hal yang diuraikan, seperti
penggolongan, praktik, maupun peristiwa yang tercakup didalamnya.[21]
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pertanya-pertanyaan yang disusun
melalui angket terhadap responden untuk mengukur pendapat atau tanggapan public
tentang sesuatu yang diteliti.
2.
Metode komperatif adalah sejenis metode deskripsi yang ingin
mencari jawaban yang mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis
factor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomina. Jangkauan
waktunya adalah masa sekarang. Jika jangkauan waktu terjadinya pada masa lampau
maka penelitian tersebut disebut metode sejarah.[22]
3.
Metode Eksperimental adalah suatu metode pengujian terhadap suatu
teori yang telah mapan dengan suatu perlakuan baru. Pengujian dari suatu teori
dari ilmuan yang telah dibuktikan oleh beberapa kali pengujian bisa memperkuat
atau memperlemah teori tersebut. Tetapi apabila teori itu ternyata dapat
dibuktikan oleh suatu eksperiman baru, maka teori tersebut akan lebih menguat
mungkin akan mencapai taraf hokum teori.[23]
4.
Metode eksplanatori adalah metode yang bersifat menjelaskan atas
jawaban dari pertanyaan, “mengapa” dan “bagaimana” sehingga lebih mendalam
daripada metode deskriptif yang hanya bertanya tentang apa siapa kapan dan
dimana. Metode ini termasuk bagian dari metode empiris.[24]
5.
Metode Historis komperatif adalah metode yang menekankan pada analisis atas peristiwa-peristiwa masa
silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum, yang kemudian digabungkan dengan
metode komperatif, dengan menitikberatkan pada perbandingan antara beberapa
masyarakat besrta bidangnya agar memperoleh pola persamaan, perbedaan dan
sebab-sebabnya. Dengan demikian dapat dicari petunjuk perilaku kehidupan
masyarakat pada masa silam dan sekarang, serta perbedaan tingkat peradaban satu
sama lain.[25]
6.
Metode fungsionalisme adalah metode yang bertujuan untuk meneliti
fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur social dalam masyarakat.
Metode ini berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat
memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, masing-masing memiliki
fungsi tersendiri terhadap masyarakat.[26]
7.
Metode studi kasus adalah metode yang merupakan suatu penyelidikan
mendalam dari diri individu, kelompok, atau institusi untuk menentukan variable
itu dan hubungannya diantara variable yang mempengaruhi status atau perilaku yang
saat itu menjadi pokok kajian.[27]
Dengan demikian peneliti mampu mengungkap keunikan-keunikan dan menelaah
hubungan-hubungan antara variabel yang mempengaruhi status atau perilaku yang
dikaji.
8.
Metode survei adalah metode yang berusaha untuk memperoleh data
dari anggota populasi yang relative besar untuk menentukan keadaan, karakteristik, pendapat dan populasi
sekarang yang berkenaan dengan satu variabel atau lebih.[28]
Macam-Macam
Pendekatan
Ada
dua pendekatan penting dalam penelitian agama yaitu Pendekatan Teologis dan
Pendekatan Keilmuan.
1.
Pendekatan Teologis, yaitu pendekatan kewahyuan atau keyakinan
peneliti sendiri. Pendekatan ini dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk
kepentingan agama yang diyakini oleh peneliti untuk menambah pembenaran keyakinan
terhadap agama yang dipeluknya dan suatu pendapat atau mazhab sehingga penuh
dengan subvektifitas dari peneliti, sarat dengan muatan kepentingan, keyakinan
dan prasangka peneliti, yaitu dilakukan oleh ulama dan, pendeta para rahib,
seperti penelitian ahli ilmu kalam, ahli tafsir, usul fiqih, ulum al-hadist.[29]
Kalau ilmu ketuhanan (teologi) mempelajari agama dan masyarakat agama dari
kacamata “supraempiris” (menurut kehendak Tuhan), maka sosiologi agama
mempelajari dari sudut “empiris-sosiologis”.[30]
2.
Pendekatan Keilmuan, yaitu pendekatan yang menggunakan metodologi
ilmiah dengan prosedur ilmiah, sistematis atau runtut dalam cara kerjanya,
empiris dari dunia bukan dari pemikiran atau angan-angan, objektif atau sesuai
dengan fakta tidak bias oleh keyakian dan prasangka peneliti.[31]
Sedangkan
dari sisi keilmuan, ada dua bidang dalam penelitian agama, yaitu ilmu budaya
dan ilmu sosial.
1.
Bidang ilmu budaya adalah segala hasil pemikiran manusia yang
mencakup buku-buku maupun tradisi lisan yang diturunkan melalui pewarisan dari
generasi ke generasi. Bidang yang termasuk dalam ilmu budaya: filsafat, agama,
teologi, hukum, kesenian, sejarah, filologi dan kesusasteraan.[32]
2.
Bidang ilmu sosial adalah keteraturan-keteraturan yang terdapat
dalam masyarakat pemeluk agama sebagai akibat dari interaksi antar anggota atau
antar masyarakat pemeluk agama lain, dalam kondisi masyarakat statis maupun
proses. Bidang ilmu yang termasuk dalam ilmu: antropologi, sosiologi,
psikologi, komunikasi, ekonomi, politik dan sejarah.[33]
Dibawah
ini adalah contoh penelitian agama dengan pendekatan ilmu sosial atau
sosiologi:[34]
1.
Pendekatan Sosiologis, ialah pendekatan tentang interelasi antara
agama dengan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi diantara
mereka. Dorongan, gagasan, lembaga agama, kekuatan sosial organisasi dan
stratifikasi sosial mempengaruhi masyarakat.
2.
Pendekatan Antropologis, yaitu pendekatan kebudayan; artinya agama
dipandang sebagai bagian dari kebudayaan, baik wujud ide maupun gagasan
dianggap sebagai sistem norma dan nilai yang dimiliki oleh anggota masyarakat,
yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Sistem budaya agama itu memberikan
pola kepada seluruh tingkah laku anggota masyarakat, dan melahirkan hasil karya
keagamaan yang berupa karya fisik, dari bangunan tempat ibadah seperti masjid,
gereja, pura dan klenteng, sampai alat upacara yang sangat sederhana seperti
hioh, tasbeh, atau kancing baju.
3.
Pendekatan Psikologis, yaitu studi ilmiah mengenai agama ditinjau
dari perspektif psikologis. Wilayah kajian utama yang mennjadi bahan pendekatan
ini adalah pengalaman religius dari kelompok individu atau sosial. Kajian
mendalam terhadap motivasi beragama dan latar belakang keberagaman manusia
secara individual atau komunal. Dalam penelitian psikologi ini, para peneliti mencari
makna agama dalam setting psikologis, yaitu bagaimana keadaan hati
manusia beragama yang terefleksikan kedalam tingkah laku keagamaan atau tingkah
laku yang bukan agama.
4.
Pendekatan Historis atau Kesejarahan. Pendekatan ini menganut
pandangan bahwa suatu fenomena religius bisa dipahami dengan mencoba
menganalisis perkembangan segi historisnya. Dengan memperhatikan perkembangan
prinsip-prinsip umum dari tingkah laku religius dan menghubungkan dengan
kejadian-kejadian khusus dan tertentu, muncullah pola-pola kejadian yang
menghasilkan prinsip-prinsip umum dari keagamaan tadi. Sejarah atau perjalanan
hidup suatu agama di suatu daerah banyak meniggalkan beberapa barang-barang
suci, seperti sekumpulan teks-teks suci dan artefak (peniggalan benda-benda padat)
yang berkaitan dengan keberagaman agama tersebut. Dengan metode sejarah,
benda-benda peninggalan tadi dapat diketahuiarti dan maknanya, mengapa dan
bagaimana keduanya saling berkaitan dengan latar belakang ajaran agama dan
budaya yang melahirkannya.
5.
Pendekatan Fenomologis, yaitu pendekatan yang menggunakan
perbandingan sebagai sarana interpretasi yang utama untuk memahami arti dari
ekspresi-ekspresi keagamaan, seperti persembahan, upacara agama, makhluk gaib,
dan lain-lain. Asumsi dasar dari pendekatan ini bahwa bentuk luar dari ungkapan
manusia mempunyai pola atau konfigurasi kehidupan dalam yang teratur, yang
dapat dilukiskan kerangkanya dengan menggunakan metode fenomologi. Pendekatan
ini mencoba menemukan struktur yang mendasari fakta keagamaan dan memahami
makna yang lebih dalam, sebagaimana dimanifestasikan lewat struktur tersebut
dengan hukum-hukum dan pengertian yang khas. Tujuan dari metode fenomologi ini
adalah untuk menangkap makna lebih dalam dan intensonalitas dari data religius
orang lain yang merupakan ekspresi-ekspresi dari pengalaman religius dan
imannya yang lebih dalam. Metode ini mengungkap wilayah spiritual dan
intelektual manusia, meskipun disadari batas-batasnya dalam tugas memasuki
kedalaman pengalaman dari suatu jiwa religius.[35]
Dalam usaha mengumpulan data yang
dapat menghasilkan temuan-temuan baru dalam sosiologi, para ahli sosiologi
perlu memperhatikan tahap-tahap penelitian, yang saling berkaitan secara erat.
Sebelum memulai suatu usaha penelitian seorang ahli terlebih dahulu harus melakukan
tinjauan terhadap bahan-bahan pustaka agar dapat mengetahui temuan-temuan yang
sebelumnya.
Setelah pertanyaan penelitian
dirumuskan, peneliti harus menentukan metode penelitian yang akan digunakannya.
Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal sebagai metode pengumpulan data, seperti metode
survei dan beberapa metode nonsurvei, seperti metode riwayat hidup, studi
kasus, analisis isi, kajian data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, dan
eksperimen.
Dalam penelitian survei hal yang
hendak diketahui peneliti dituangkan dalam suatu daftar pertanyaan buku.
Tehknik survei mengandung persamaan dengan sensus; namaun pada sensus yang
menjadi subjek wawancara adalah seluruh populasi sedangkan dalam tehnik surveu
daftar pertanyaan diajuakan dalam sebuah subjek penelitian yang dianggap
populasi. Para subjek penelitian merupakan contoh yang ditarik populasi. Contoh
dipilih secara acak atau dengan tehnik penarikan contoh lain.
Pengamatan merupakan suatu metode
penelitian dimana peneliti mengamati secara langsung perilaku para subjek
penelitiannya dan merekam perilaku yang wajar, asli, tidak dibuat-buat, spontan
dalam kurun waktu relatif lama sehingga terkumpul data yang bersifat mendalam
dan rinci. Dalam sosiologi dibedakan antara penelitian dimana pengamat (1)
sepenuhnya terlibat (2) berperan sebagai pengamat (3) berperan sebagai peserta,
atau (4) sepenuhnya melakukan pengamatan tanpa keterlibatan apapun dengan
subjek penelitian. Salah satu kelebihan terlibat bila dibandingkan dengan
survei ialah bahwa pengamatan terlibat lebih memungkinkan terjalinnya hubungan
dekat (rapport) antara peneliti dengan subjek penelitiannya.
Riwayat hidup merupakan suatu
tehknik pengumpulan data untuk mengungkapkan pengalaman subyektif dengan tujuan
pengungkapan data baru. Dalam penelitian dengan memakai tehknik studi kasus
berbagai segi kehidupan sosial suatu kelompok sosial menyeluruh.
Suatu masalah penelitian dapat pula
diungkapkan dengan jalan menganalisis isi berbagai dokumen seprti surat kabar,
majalah, dokumen resmi maupun naskah di bidang seni dan sastra. Suatu
penelitian dapat pula dilakukan dengan mengkaji data yang telah dikumpulkan
oleh pihak lain: misalnya oleh berbagai instansi pemerintah serta piahk swasta,
ataupun oleh peneliti lain.
Meskipun tehnik eksperimen lebih
banyak dijumpai dalam ilmu sosial lain seperti psikologi, namun dalam hal
tertentu kita pun menjumpai eksperimen dalam sosiologi. Dalam penelitian sosial
sering dibedakan antara penelitian kuantitatif dan kwalitatif.
Penelitian-penelitian kualitatif merupakan penekitian yang mengutamakan segi
kualitas data dengan menggunakan tehnik pengamatan dan wawancara mendalam.
Dalam pencarian maupun pemanfaatan
ilmiah seorang ilmuan harus menghormati aturan etika, seperti keikutsertaan
serta sukarela, tidak membawa cidera bagi para subjek penelitian, atas azas
anonimitas dan kerahasiaan, tidak memberikan keterangan yang keliru, dan
menyajikan data penelitian secara jujur.
Analisis data kuantitatif dinamakan
univariat bila mana yang dipelajari hanya satu gejala, bivariat bila yang ingin
diketahui ialah hubungan antara dua gejala, dan multivariat bila yang diteliti
ialah hubungan antara lebih dari dua gejala. Analisis data univaruat hanya
memungkinkan dilakukannya diskripsi, sedangkan analisis data bivariat dan
multivariat memungkinkan peneliti untuk melakukan pula penjelasan sebab-akibat.
Dalam penelitian kualitatif
mempelajari catatan penelitian lapangan, yang secara rinci memeuat hasil
wawancara mendalam dan pengamatannya. Analisis data kualitatif berlangsung
terus menerus semenjak penliti mulai memasuki lapangan dan arah penelitian
dapat berubah sesuai hasil analisis dilapangan.
Metode penelitian yang dipergukan
ahli sosiologi sering terkait dengan teori paradigma sosiolagi yang dianutnya.
Menurut Ritzer masalah apa yang akan diteliti seorang peneliti, pertanyaan
penelitian yang akan diajukannya, caranya menajukan pertanyaan penelitian, dan
aturan yang diikutinya dalam menafsirkan temuan penelitiannya ditentukan oleh
paradigma yang dianutnya.
Menurut Ritzer sosiologi merupakan
suatu ilmu yang berparadigma majemuk kerena mempunyai tiga peradigma yaitu (1)
paradigma fakta sosial (2) paradigma definisi sosial dan (3) paradigma perilaku
sosial. Menurutnya ketiga padigma tersebut dibedakan satu dengan yang lain
dalam tiga hal: (1) eksemplar (acuan atau contah yang dijadikan teladan), (2)
teori dan (3) metode.
C.
ANALISIS dan DISKUSI
1.
Analisis
Pendekatan merupakan merupakan suatu rancangan ilmiah yang
terbentuk secara sistematis dari sebuah pemikiran yang reflektif, sedangkan
metode dalam sosiologi agama merupakan suatu tata cara atau siasat untuk
mengkaji masyarakat agama yang pada notabeninya terdiri dari beraneka macam
budaya masyarakatnya.
Hal ini dalam melakukan sebuah penelitian tidak hanya terpaku pada
satu atau dua metode saja, melainkan seorang peneliti dianjurkan bisa
menggunakan beberapa metode seperti yang disebutkan oleh Kahmad bahwasanya
metode terdiri dari, metode deskriptif,
metode komperatif, metode eksperimental.
Sedangkan menurut Sukardan metode terdiri dari, metode
eksperimental, metode fungsionalisme, metode histori komperatif, metode studi
kasus, metode survei. Dari sekian metode yang disebutkan diatas seorang
peneliti mampu mengaktualisasikan terhadap objek penelitiannya, baik dari
kuantitatif maupun kualitatif.
Demikian pula peneliti juga disoroti secara berturut turut struktur
dan fungsinya pengaruhnya terhadap masyarakat luas spesifikasinya masyarakat
agama, dan atas stratifikasi sosial khususnya, Teristimewa mengingat kesadaran
dan kohesi kelompok religius yang mempunyai sifat tersendiri.
Sebagaimana telah kita lihat, maka, seperti itu juga ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya, sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang lahir dan
tumbuh berkembang, perlu diadakannya kegiatan yang dinamakan penelitian sosial.
Melalui penelitian sosial para ahli mengumpulkan data yang dapat menambah
pengetahuan kita mengenai sasaran perhatian mereka, yaiyu msyarakat; melalui
penelitian sosial para ahli sosiologi menemukan fakta baru yang memperluas
cakrawala serta memperdalam pemahaman kita sehingga merupakan sumbangan kearah
sosiologi.
2.
Diskusi
D.
KESIMPULAN
Sosiologi agama adalah kajian ilmiah tentang masyarakat agama, para
ahli sosiologi berusaha mengadakan penelitian yang mendalam tentang hakikat dan
sebab-sebab dari berbagai pola fikiran manusia secara berulang. Sebagai suatu
usaha analisis yang menggunakan metode
kajian ilmiah, sosiolog juga dituntut untuk menggunakan pendekatan yang
bersifat empiris sebagai persyaratan ilmiah.
Pendekatan atau rancangan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang
khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif.
Suatu pendekatan pada prinsipnya ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah
dan data-data yang berkaitan antara satu
sama lain.
Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud, dalam artian cara menyelidiki. Metode ilmiah ialah
prosedur yang digunakan oleh ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap
pengetahuan baru dan peninjauan kembali terhadap pengetahuan yang telah ada.
Sebagaimana yang telah dijelaskan mengenai metode dan pendekatan
sosiologi agama di atas, maka objek material sosiologi agama adalah masyarakat
agama. Seperti masyarakat non-agama umumnya, masyarakat agama terdiri atas
komponen-komponen konstitutif, seperti kelompok-kelompok keagamaan,
institusi-institusi religious yang mempunyai ciri pola tingkah laku tersendiri,
baik ke dalam maupun ke luar, menurut norma-norma dan peraturan-peraturan yang
ditentukan oleh agama. Metode dan pendekatan ilmiah tersebut berguna dalam
upaya untuk mencapai sebuah kebenaran.
DAFTAR RUJUKAN
Mubaraq, Zulfi.
2010. Sisiologi Agama. Malang:
UIN Maliki Press.
Kahmad, Dadang.2009 Sosiologi Agama. Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Sunarto, Kumanto 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah (diakses pada 21 September 2013).
Wrong , Dennis.
2003. Max Weber Sebuah Khazanah, Yogyakarta:
Ikon Teralitera.
[1] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 29.
[2] Dennis Wrong, Max
Weber Sebuah Khazanah, (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003), 12.
[3] Zulfi, Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 30. Lihat Dadang
Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 45-46; Lihat Supriadi, Kebenaran Ilmiah,
Metode Ilmiah, dan Paradigma Riset Kependidikan (Bandung: Pascasarjana IKIP
Bandung, 1998), 5.
[4] Ibid., 31.
[5] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 32. Lihat Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Terjemahan
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), 183.
[6]Zulfi Mubaraq, Sisiologi
Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 32. Lihat Supriadi, Kebenaran
Ilmiah, 7.
[7] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki
press,2010), 32. Lihat Kattsoff, Pengantar Filsafat, 181; Supriadi, Kebenaran
Ilmiah, 7.
[8] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 33. Lihat Kattsoff, Pengantar
Filsafat, 130-131.
[9] Zulfi Mubaraq
, Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 36. Lihat Sri
Suprapto, “Metode Ilmiah” dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat, Filsafat
Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta:
Liberty,2003), 128.
[10] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar
Ilmu Sosial, 42. Lihat The World Of Science And Encyclopedia, volume
17, 181.
[12] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar
Ilmu Sosial, 43. Lihat George F. Kneller, Science as a Human Endeavor
(New York: Columbia University Press, 1978), 118
[13]Zulfi Mubaraq, Sisiologi
Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar
Ilmu Sosial, 43. Lihat Arturo Rosenblueth, Mind and Brain: A Philosophy
of Science (Canbridge: M.I.T Press, 1970), 1.
[14]Zulfi Mubaraq, Sisiologi
Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat Supardan, Pengantar
Ilmu Sosial, 43. Lihat Harold H. Titus, Living Issues in Philosophy: An
Introductory Textbook (New York: American Book, 1964), 527.
[15] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 37. Lihat The Liang
Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 1999), 177.
[16] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 33. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 41. Lihat
Vernon Van Dyke, Polical Science: A Philosophical Analysis (Pricenton:
Van Nostrand, 1965:114).
[17] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 33. Lihat Fred N. Kerlinger, Azaz-azaz Penelitian
Behavioral. Terjemahan (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 2000:18).
[18] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 37. Lihat Khamad, Sosiologi Agama, 10.
[19] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 38. Lihat Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, 91-93.
[20] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 38. Lihat Kahmad, Sosiologi
Agama, 10.
[21] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 38. Lihat Supardan, Pengantar
Ilmu Sosial, 91-92; David Popenoe, Sociology (New
Jersey:Prentice-Hall, 1983), 28. Metta Spencer & Inkeles Alex, Foundations
of Modern Sosiology (New Jersey: Prentice-Hall, 1982), 32.
[22] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Lihat Kahmad, Sosiologi
Agama, 10.
[23] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Lihat Kahmad, Sosiologi
Agama, 10.
[24] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Lihat Supardan, Pengantar
Ilmu Sosial, 92.
[25] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 39. Ibid. Lihat
Peponoe, Sosiology, 28.
[26] Zulfi Mubaraq,,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN Maliki press,2010), 40. Lihat Supardan, Pengantar
Ilmu Sosial, 93; Soekanto, Sosiologi, 38.
[27] Zulfi Mubaraq,
Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 39. Lihat Jack R. Fraenkel & Norman F Wallen, How to
Design and Evaluate Research in Education (New York: McGraw-Hill, 1993),
548.
[28] Ibid, 41.
[29] Dadang Kahmad,
Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 87.
[30] Ishomuddin, Pengantar
Sosiologi Agama, (Jakarta: PT Galia Indonesia, 2002), 24.
[31] Dadang Kahmad,
Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 88.
[32] Ibid, 88.
[33] Ibid, 89.
[34] Zulfi Mubaraq, Sisiologi Agama, (Malang: UIN
Maliki press,2010), 34-36.
[35] Dadang Kahmad,
Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 87.
[36] Kumanto
Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004) , 242-244.
Mantap gan...
BalasHapusmaterinya sangat lengkap. terimakasih
BalasHapus